Guru PNS golongan dan pangkat yang tinggi seharusnya memiliki seperangkat kekuasaan serta wewenang. Pegawai PNS struktural tidak perlu golongan pangkat tinggi namun dapat menduduki jabatan eselon dan memiliki anak buah, kekuasaan serta wewenang, namun berbeda dengan guru, guru golongan IV/a pangkat guru Madya keatas pun bertahun tahun tetap menjadi guru biasa biasa saja. Padahal sangat banyak syarat yang harus ditempuh dan di lengkapi oleh guru untuk mendapat pangkat iv a ke atas. Bahkan ada guru sampai pensiun hanya menjadi guru biasa padahal beliau memiliki pangkat jabatan cukup tinggi pada level iv, ini menjadi suatu ironi di kalangan guru apalagi kalau guru tersebut berprestasi di luar namun di dalam sekolah sendiri mandeg kariernya.
Persyaratan menjadi wakil kepala sekolah tidak didasari oleh jenjang pangkat tertinggi namun atas keputusan kepala sekolah yang mengangkatnya. Akibatnya golongan pangkat yang lebih rendah bisa menjadi wakil kepala sekolah sepanjang di putuskan oleh kepala sekolah. Sedangkan untuk menetapkan seorang sebagai kepala tata usaha ditetapkan oleh surat keputusan kepala daerah karena merupakan pejabat eselon. Guru pada akhirnya memiliki pangkat golongan tinggi namun tak memiliki karier dalam jenjang jabatan.
Anehnya wewenang KTU pejabat eselon yang diangkat oleh kepala daerah ini lebih sedikit dibanding dengan wakil kepala sekolah yang ditetapkan oleh kepala sekolah itu sendiri. Lebih sulit mendapatkan jabatan kepala tata usaha namun biasanya wewenang ktu terbatas jika dibanding dengan wakil kepala sekolah.
Karier guru PNS sebagai salah satu pendorong semangat kerja tidak ada. Karier seorang guru di awali menjadi guru biasa terus kepala sekolah selanjutnya menjadi pengawas, bagi golongan pangkat tinggi namun ada juga kepala sekolah yang pangkat lebih rendah dari para guru yang ada di sekolah. Kebanyakan kepala sekolah berasal dari sekolah lain. Penunjukan sebagai pejabat kepala sekolah pun kadang tidak transparan dan bersifat politis. Seharusnya penunjukan pejabat kepala sekolah berdasar kepada sistem meritisme yaitu seseorang ditunjuk menjadi pejabat berdasarkan kemampuan manajerial serta kemampuan profesional mengajar.
Akibatnya banyak guru tidak memiliki jenjang karier, padahal telah memiliki pangkat yang cukup tinggi, para guru yang memiliki pangkat/golongan yang tinggi ini dari tahun ke tahun bertambah banyak saja, namun ibarat macan ompong yang tidak bertaring dalam karier. Akibatnya cukup banyak guru senior ini jadi suka suka, apalagi tidak ada kebijakan rotasi guru antar sekolah di dalam satu kota.
Patut menjadi perhatian bagi kepala sekolah maupun dinas pendidikan baik kota maupun provinsi untuk memikirkan mau dibawa kemana guru berpangkat golongan tinggi ini tanpa pembinaan jenjang karier yang jelas ini mungkin juga menyebabkan nilai uji kompentensi rendah dikalangan guru senior. Menjadi seperti teori sumbatan botol yang menumpuk, karena banyak guru memiliki pangkat golongan tinggi sehingga menyumbat aliran karier bagi pihak yang tidak memiliki koneksi dan informasi orang dalam.
0 comments:
Post a Comment