Sekelompok siswa yang berjumlah 25 orang dari sebuah SMA mendatangi kantor Dinas pendidikan. Mereka datang karena inggin mengadu kan sekolah karena mereka tidak diperkenankan mengikuti ujian semester ganjil. Pihak dikjar menanggapi keluhan siswa dan membawa kembali mereka ke rumah sekolah mereka guna diselesaikan masalahnya. Padahal siswa yang kebanyakan berasal dari kelas satu. Siswa berani mengadu ke kantor dikjar merupakan suatu fenomena baru di SMA. Bahkan berani membawa bawa wartawan ke sekolah.
Ternyata siswa siswa ini kebanyakan telah memiliki kesalahan yang sangat fatal dan berat. Misal telah cabut dan alfa sekian hari. Dalam tata tertib sekolah anak yang alfa dan cabut diberi denda berupa uang. Kebanyakan mereka telah dipanggil orang tuan namun tidak ada yang datang untuk dijelaskan oleh pihak sekolah menggapa mereka harus memebayar denda dari alfa dan cabut yang telah mereka lakukan.
Fenomena anak kelas satu yang telah berani mengadukan sekolah kepihak atasan sekolah merupak satu perkembangan tersendiri dari prilaku siswa. Seolah olah siswa ini boleh berbuat apa saja yang mereka ingginkan. Siswa merasa boleh alfa dan cabut sesuka hati mereka toh nanti ada yang membela dan melindungi mereka.
Perilaku siswa yang menyimpang ini setelah diteliti lebih dalam berasal dari rumah mereka sendiri. Ada anak yang orang tua bekerja di luar negeri sang siswa tinggal sama nenek, anak broken home, akibat kemiskinan yang mendera mereka dan masih banyak masalah lain yang terjadi doi luar lingkungan sekolah. Sehingga mereka tidak inggin belajar di sekolah.
Semakin hari prilaku siswa menjadi lebih sulit untuk kita kendalikan. Siswa lebih sulit untuk dihukum karena HAM. Akibatnya siswa merusak dirinya sendiri dengan berlaku sesuka hati mereka. Lingkungan suka meyalahkan sekolah kalau tindakan keras diambil. Oleh karena itu perlu dicari solusi dalam menghadapi masalah siswa ini.